Welcomte to Punk a ill Community.Komunitas seni sastra. yang bermaksud mengembangkan kota mandiling natal... dengan mengembangkan budaya daerah. dan sebagai wujud kepedulian,bakti dan promosi MANDAILING NATAL oleh pemuda/i MANDAILING NATAL yang punya rasa kepedulian.HORAS
SEPUTAR KABUPATEN MANDAILING NATAL DAN KOTA PANYABUNGAN

ciri - ciri orang mandailing pas pulang kampung

CIRI - CIRI ORANG MANDiliNG PAS PULANG KE KAMPUNG


Ngajau be da,,, jadi alak mandailing.. kolot –kolotna sotuk. Rangku unjung tar piker hita.
Apalagi kehe tu kota / kampung ni alak. …… naparahna baru di padang dot medan 2 bulan dope , I dokon na mana songonon do… aku tak bisa dabo bahasa mandailing dabo….hahaaa… ,bahkan ngana I tanda ia be dalan mulak tu bagas.

Padahal anggo nga maila iba garina bahatan dope alak luar na menghargai bahasa mandailing.



perubahan na dering di lihat...contohna:
• adong bayo jadi pas ari rayo kehe ia t medan. Anta napiga ari pe di medan.
Jadi pas mulak nganabe da masalah gaya nai…
*margonjong rante mana.
*Marsalaor kuncup ( di ginjang bolak di toru 5 cm ) pandok ni alak nagaul.
*mar kurabu (anso so mirip pasha, mirip penyanyi luar negeri)
* bahasa inggris sjo mana doknon nia bage .. yes au don’t in day how..( bacaanna : yes audon in da ho) boz





• Pala si butet antong lain buse
-marsalin maridi mana nungmulak tu kampung.( pandok ni tobang – tobang ) ben na ni dai katiak dohot paha nai.
-anggo colak baya ngatanggung be. Na dompol ni mandompol pesawat na baru marumbak ..
- pala hp nga tanggung mirip hp blackberry padahal NEXIAN ipe nga ma ila mangobanna malah di tiop 2 .
Pala pandok ni dongan – dongan :
Hp batu bata
Tas berbentuk hp
Dompe na bisa sms
Remod ni becak
Solop namar tombol

-mar tumit na tinggi . perasaan na mulak ngon kota dabo martamba godang, rupana martamba songoni karupuk jangek do..
- obuk nga tanggung REBONDING .
-SALAOR baya nga kalah be luna maya , salaor leeging ( nga uboto da panulisanna) nungi.. baya…
- TAS tas masa kini pandok nisi coxser( dongan ku) tas nadi sandang.. tapi bontuk na songon tas kehe t pasar … bisa tampil eme. Durian. Botik di tas nai .. ben godang na.







PALA SIFAT
Laen buse , pala ada boru antong.:
contohna:
1)Pala lewat ngon jolo ni alak lai ..nganabe ilala ia .. songon sude alak lai doma malingi ia ( bahkan saduniaon)…geer.
2)MARBADAK di setiop sudut , dohot markaco di setiop kaco, bahkan di kaco ni bajaj pe.. sampat dope markaco
3)PARDALAN songon tuan puteri salju na mardalan di padang pasir sajo doma… takut baju dot pat nai berbustak –bustak


(www.idebakriepulungan.blogspot.com)

Menyingkap Tabir "Kekayaan" Bumi Mandailing Natal

Kawasan yang baru saja ditunjuk sebagai Taman Nasional Batang Gadis
(TNBG), Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, seluas 108.000 Ha
ternyata memiliki kekayaan hayati yang tinggi.

Fakta ini terungkap lewat survei awal selama kurang lebih 6 minggu, --
dari 2 Februari hingga 20 Maret 2004-- yang dilakukan Conservation
International (CI) Indonesia bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian dan Pengembangan (PusLitBang)
Hutan dan Konservasi Alam-Departemen Kehutanan serta pemerintah
daerah Kabupaten Mandailing Natal.

Survei terpadu ini berhasil memberikan gambaran yang dapat dijadikan
sebagai masukan awal dalam menentukan model pengelolaan, cakupan
wilayah, zonasi dan hal-hal terkait lainnya. "Kawasan Taman Nasional
Batang Gadis ini merupakan harta yang sangat berharga bagi masyarakat
di sekitarnya. Selain dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti
terjaminnya suplai air bersih, masyarakat juga terhindar dari bencana
alam seperti yang belum lama ini terjadi di Bahorok, tetapi dengan
catatan jika masyarakat Madina menjaga hutannya dengan baik," tutur
Dr. Endang Sukara, Deputi Ketua LIPI Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati.

Berdasarkan hasil penelitian flora, dalam plot seluas 200 meter
persegi terdapat 222 jenis tumbuhan berpembuluh (vascular plant) atau
sekitar 0,9 persen dari flora yang ada di Indonesia (terdapat sekitar
25.000 jenis tumbuhan berpembuluh di Indonesia). Sementara dalam plot
seluas 1 Ha, terdapat 184 jenis pohon yang berdiameter lebih dari 10
cm dengan jumlah pohon sebanyak 583. Survei ini juga berhasil
menemukan bunga Padma (Raffesia sp.) jenis baru. Hingga kini, bunga
tersebut belum diberi nama ilmiah dan masih diteliti oleh pakar di
Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi-LIPI.

"Kawasan Taman Nasional Batang Gadis ini ternyata mempunyai kekayaan
hayati flora yang tinggi, sehingga harus tetap dijaga kelestariannya.
Sebab, masih banyak jenis-jenis tumbuhan yang secara ilmiah belum
dikenal serta belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia dan
ini perlu dikaji lebih lanjut," imbuh Dr. Kuswata Kartawinata, pakar
hutan tropis yang juga adviser CI Indonesia.

Di sisi lain, tim survei fauna mengidentifikasi berbagai jenis
mamalia di daerah TNBG dan sekitarnya pada ketinggian 50-1350 meter
di atas permukaan laut (mdpl). Melalui perangkap kamera, tim berhasil
merekam gambar harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing
hutan (Naemorhedus sumatraensis), tapir (Tapirus indicus), kucing
hutan (Catopuma temminckii), kancil (Tragulus javanicus), binturong
(Arctitis binturong), beruang madu (Helarctos malayanus), rusa
(Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac) dan landak (Hystix
brachyura).

"Hal ini sangat luar biasa. Hanya dalam enam minggu saja kami sudah
berhasil mengidentifikasi beberapa satwa langka, padahal di lokasi
lain butuh waktu tahunan. Selain itu, kami juga mengidentifikasi
adanya empat jenis primata dan keragaman jenis tikus hutan yang
tinggi," jelas Dr. H. M. Bismark, Ahli Peneliti Utama (APU) Biologi
Satwa Liar dan Konservasi dari PusLitBang Hutan dan Konservasi Alam-
DepHut.

Sementara itu, tim yang dipimpin Drs. Boeadi, pakar reptil dan amfibi
LIPI berhasil menemukan amfibi tak berkaki (Ichtyopis glutinosa) -
merupakan jenis satwa purba- dan katak bertanduk tiga (Megophyris
nasuta) yang sudah langka hanya dapat dijumpai (endemik) di Sumatera.

Catatan jenis burung di kawasan ini juga bertambah dari 140 menjadi
242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang
dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11
jenis mendekati terancam punah. Ditemukan juga dua jenis burung yang
selama ini dikategorikan sebagai 'kekurangan data' (data deficient)
oleh IUCN karena sedikitnya catatan.

Dari total jenis burung tersebut 13 jenis masuk kedalam kategori
Burung Sebaran Terbatas yang berkontribusi pada terbentuknya Daerah
Burung Endemik dan Daerah Penting bagi Burung (DPB). "Ada satu jenis
burung yang keberadaannya di Sumatera masih diragukan dan tim kami
menemukannya, bahkan dengan bukti foto, yaitu pedendang kaki sirip
(Heliopais personata)," ujar Sunarto, ahli keanekaragaman hayati CI
Indonesia.

Menurutnya, kawasan ini memang merupakan salah satu lokasi transit
burung-burung migran yang datang dari belahan bumi utara.

Selain tumbuhan dan hewan tingkat tinggi, CI Indonesia dan
Bioteknologi-LIPI juga mencoba melakukan hal baru yaitu
mengidentifikasi mikroba hidup dalam jaringan tumbuhan (endopyte)
yang ada di hutan tropis Mandailing Natal. Ini dilakukan guna
menyelamatkan jenis mikroba tersebut dari kepunahan.

Konservasi mikroba dari hutan tropis Indonesia belum pernah dilakukan
oleh lembaga mana pun. Hingga kini, tim survei telah berhasil
mengumpulkan 1.500 jenis mikroba yang terdiri dari bakteri, kapang
dan jamur. Mikroba ini banyak memberikan manfaat antara lain sebagai
sumber obat-obatan, pupuk organik, bio-insektisida ataupun bio-
fungisida yang menunjang sektor pertanian maupun penghasil enzim dan
hormon yang dibutuhkan oleh sektor industri. Sekali potensinya
terkuak, Indonesia dapat membangun bioindustri bernilai tinggi tanpa
harus mengorbankan kekayaan bumi Madina.

"Kami berharap hasil penemuan awal ini menjadi sumber acuan bagi
pengelolaan kawasan taman nasional yang dikelola secara kolaboratif
berdasarkan keselarasan antara kepentingan pelestarian keanekaragaman
hayati dan kepentingan masyarakat lokal, nasional dan global" kata
Dr. Jatna Supriatna, Regional Vice President CI Indonesia. (CI/wsn)

Gambaran umum Mandailing Natal

Gambaran Umum

Pantai Mandailing Natal
Kabupaten Mandailing Natal yang biasa disingkat dengan Kabupaten Madina dengan ibukotanya Penyabungan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1998. Secara geografis, kabupaten yang berada pada bagian paling ujung sebelah selatan Sumatera Utara ini terletak pada posisi 0°10' -10° 50' Lintang Utara dan 98°50'-100°10' Bujur Timur dengan ketinggian antara 0-2.146 m dpi. Luas wilayahnya mencapai 6.620,70 Km2, dengan batas-batas daerah meliputi Kabupaten Tapanuli Selatan di sebelah utara, Provinsi Sumatera Barat di sebelah selatan dan timur, serta Samudera Indonesia di bagian barat. Iklim di Kabupaten Madina adalah tropis dengan kelembaban udara kurang lebih 80% - 85%, curah hujan rata-rata 1.551, 75 mm/tahun dan suhu rata-rata 28,8° C.
Pada tahun 2002, jumlah penduduknya mencapai 374.513 jiwa dengan tingkat kepadatan 57 jiwa/km2 dan pertumbuhan sebesar 0,56 % per tahun. Adapun jumlah angkatan kerjanya sebesar 171.490 orang. Secara administratif, Kabupaten Madina terbagi menjadi 17 kecamatan dan 329 desa/kelurahan.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2002 adalah Rp. 1.682.993.130.000, naik sebesar 15,95 % dari tahun 2001. Sedangkan PDRB bedasarkan harga konstan mengalami peningkatan sebesar 3,82 % menjadi Rp. 596.845.980.000 pada tahun 2002. Adapun PDRB per kapita berdasarkan harga berlaku meningkat sebesar 12,34 % menjadi sebesar Rp. 4.510.111 dan PDRB perkapita berdasarkan harga konstan tahun 1993 meningkat sebesar 0,45 % menjadi sebesar Rp. 1.599.437. Dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,82 %, Kabupaten Mandailing Natal masih lebih baik dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2002 yang hanya sebesar 3,66 %.

Fasilitas dan infrasruktur MADINA


FASILITAS DAN INFRASTRUKTUR

Transportasi

Hingga saat ini berbagai prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi dan investasi di Kabupaten Mandailing Natal telah cukup memadai. Untuk transportasi darat, telah tersedia akses jalan negara (117,70 Km), jalan propinsi (236,33 Km), jalan kabupaten (1.279, 11 Km) dan jalan desa (750 Km). Khusus untuk jalan kabupaten, yang kondisinya baik sepanjang 134,62 Km, sedang (326,49 Km), rusak (459,72 Km), dan rusak berat (359,08 Km). Sedangkan untuk sarana perhubungan laut, telah tersedia pelabuhan laut Sikara-kara di Kecamatan Natal. Hingga saat ini, pelabuhan ini belum dimanfaatkan secara optimal karena masih minimnya sarana yang dimiliki.

Kebijakan Investasi

Kebijakan investasi Kabupaten Mandailing Natal diarahkan pada pengembangan industri yang berbasis bahan baku potensi daerah melalui penyediaan teknologi terapan dalam skala menengah dan kecil. Dalam upaya pengembangannya, pola kemitraan dengan investor lokal menjadi prioritas yang diharapkan tercipta keterpaduan serta terwujudnya kegiatan industri dan perdagangan yang membumi. Jenis lapangan usaha yag diprioritaskan untuk penanaman modal meliputi :
• Bidang Industri : berupa pembangunan pabrik pengolahan karet rakyat, pengolahan rotan, pengolahan tepung, perbengkelan, pakan temak, pengolahan tempurung kelapa, pabrik es batu, pengolahan batu granit, pengolahan batu marmer, pengolahan bio massa, serta pengolahan batu serpentin.
• Perdagangan : berupa pembangunan pusat perdagangan dan trading house untuk komoditas ekspor.
• Pertambangan : berupa pembangunan pertambangan emas rakyat dan batubara
• Perikanan dan kelautan : meliputi pembangunan pabrik es, pabrik tepung ikan dan cold storage; pengembangan budidaya laut untuk jenis ikan kerapu, kakap dan lobster; budidaya air payau untuk jenis udang, ikan bandeng, dan kepiting; pengembangan pelabuhan perikanan dan tempat pelelangan ikan; pengembangan usaha penangkapan dengan ukuran kapal besar (> 60 GT) dan modernisasi peralatan maupun instrumentasi penangkapan ikan laut.

Investasi di Kabupaten Mandailing Natal juga didukung oleh :
• Angkatan kerja yang tersedia mencapai 165.080 jiwa dengan tingkat upah buruh harian Rp. 15.000 s/d Rp. 20.000/hari.
• Prosedur perizinan di tingkat kabupaten yang relatif mudah dan cepat
• Stabilitas keamanan yang baik karena gangguan keamanan yang relatif jarang terjadi.

Potensi kabupaten mandailing natal

Peluang Investasi Dan Perdagangan

Komoditas kelapa
Perkebunan

Usaha perkebunan yang telah berkembang di Kabupaten Mandailing Natal meliputi perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Komoditas yang dikembangkan melalui usaha perkebunan besar adalah kelapa sawit dan kakao. Sedangkan komoditas yang diusahakan melalui perkebunan rakyat antara lain adalah karet, kelapa sawit, kopi, kelapa, kakao, kulit manis, dan aren.




Luas lahan dan produksi perkebunan tahun 2002
No
Perkebunan
Komoditas
Luas lahan (ha)
Produksi (ton)
1
Perkebunan besar
Kelapa sawit
11.684
387.999
Kakao
660
1.250
2
Perkebunan rakyat
Karet
43.128
26.994
Kelapa sawit
5.783
14.171
Kopi
4.887
1.945
Kelapa
4.986
5.784
Kakao
1.660
775
Kulit manis
1.282
360
Aren
519
609


Pertanian

Luas areal sawah di Kabupaten Mandailing Natal mencapai 19.450 Ha yang terdiri dari sawah tadah hujan, lebak, irigasi teknis, irigasi semi teknis, irigasi sederhana, dan irigasi Non PU. Areal sawah tersebut tersebar dihampir seluruh kecamatan dengan peluang pengembangan yang masih sangat terbuka.


Potensi luas areal persawahan
No.
Jenis sawah
Luas lahan (Ha)
1
Sawah tadah hujan
4.647
2
Lebak
755
3
Irigasi teknis
3.105
4
Irigasi semi teknis
1.460
5
Irigasi sederhana
3.148
6
Irigasi non PU
6.306
Kehutanan

Di Kabupaten Mandailing Natal terdapat kawasan hutan seluas kurang lebih 421.668 Ha yang terdiri dari hutan lindung (179.658 Ha), hutan produksi terbatas (189.781 Ha), hutan produksi (49.065 Ha), dan hutan konversi (3.164 Ha). Terdapat dua perusahaan pemegang HPH yaitu PT. Keang Nam Dev. Indonesia dengan produksi kayu 55.451 m3/tahun dan PT. Inanta Timber dengan produksi kayu sebesar 38.629 m3/tahun. Sesuai dengan Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional. Dengan mengacu kepada ketentuan tersebut, kawasan hutan di Kabupaten Mandailing Natal masih terbuka peluang untuk investasi.


Air panas Sampuraga
Pertambangan

Kabupaten Mandailing Natal memiliki kekayaan potensi pertambangan baik berupa bahan galian golongan A yang meliputi batubara, golongan B (emas, seng, timbal dan tembaga), maupun C (serpentin, marmer, batu mulia, kaolin dan belerang).


Potensi geologi dan pertambangan

No.
Golongan
Jenis bahan galian
Cadangan (ton)
1.
Golongan A
Batubara
3.200.000
2.
Golongan B
- Emas
30
- Seng
36.800
- Timbal
9.600
- Tembaga
1.542
3.
Golongan C
- Serpentine
47.800.000
- Marmer
29.400.000
- Batu mulia
1.300.000
- Kaolin
366.163.000
- Belerang
233.000.000

Panorama alam Sopo Tinjak


Pantai yang indah
Pariwisata

Kabupaten Mandailing Natal memiliki banyak potensi wisata berupa panorama alam, tempat bersejarah serta sumber daya alam lainnya. Diantara objek wisata yang potensial untuk dikembangkan antara lain :

1. Danau Siombun, di Dalan Lidang Kecamatan Panyabungan Kota yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai tempat rekreasi melalui penataan alam sekitar danau, pembangunan sarana dan prasarana wisata lainnya.

2. Objek wisata air panas Sampuraga, terletak di Desa Sirambas Kecamatan Panyabungan Barat yang terkenal melalui legenda "NAMAILA MARINA" (Malu ber Ibu)

3. Air Panas Sibanggor, terletak di kaki Gunung Sorik Marapi di Desa Sibanggor Julu Kecamatan Tambangan yang sangat potensial jika dibenahi dengan melengkapi sarana dan prasarana.

4. Sumur Besar MULTATULI, terletak di Kelurahan Pasar I Kecamatan Natal, adalah tempat bersejarah tempat dimana dulu MULTATULI atau DOUWES DEKKER pernah tinggal di daerah Natal sekitar tahun 1824-1843

5. Bagas Godang dan Sopo Godang Panyabungan Tonga serta meriam peninggalan Belanda, yang merupakan peninggalan bersejarah berupa bangunan budaya Mandailing. Tempat ini juga masih memerlukan pengembangan agar dapat menarik wisatawan.

6. Panorama Alam SopoTinjak, terletak di Kecamatan Batang Natal yang merupakan tempat peristirahatan dan rekreasi yang menarik jika dibangun dan dikembangkan dengan kelengkapan sarana objek wisata.

7. Air Terjun Aek Sitaut, terletak di Desa Botung Kecamatan Kotanopan yang merupakan tempat rekreasi yang sejuk yang banyak dikunjungi orang terutama pada hari-hari libur. Tempat ini potensial untuk dikembangkan dengan pembangunan sarana dan prasarana.

8. Pantai Sikara-kara, terletak di Kecamatan Natal (± 6 km dari Kota Natal).

9. Pantai Silapas Kecamatan Muara Batang Gadis sesuai untuk olahraga selancar.

Gordang Sambilan Populer Hingga Eropa Dan AS

I LOVE MANDAILING NATAL




GORDANG SAMBILAN salah satu pesona wisata di Kab. Mandailing Natal (Madina), salah satu warisan budaya bangsa Indonesia. Bahkan diakui pakar etnomusikologi sebagai satu ensambel musik teristimewa di dunia.

Sebagai alat musik adat dan sakral, Gordang Sambilan terdiri dari sembilan gendang. Ukuran besar dan panjang ke sembilan gondang itu bertingkat, mulai paling besar sampai paling kecil.

Tabung resonator Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi, dan salah satu ujung lobangnya ditutup dengan membran terbuat dari kulit lembu dan ditegangkan dengan rotan sebagai alat pengikat.

Untuk membunyikan alat kesenian itu digunakan pemu-kul terbuat dari kayu. Masing-masing gondang mempunyai nama sendiri. dan tidak sama di semua tempat di seluruh Madina, karena masyarakat Mandailing yang hidup dengan tradisi adat punya kebebasan untuk berbeda.

Instrumen musik tradisional ini dilengkapi dua buah ogung, satu doal dan tiga salem-pong atau mong-mongan. Juga dilengkapi alat tiup terbuat dari bambu dinamakan sarune atau saleot dan sepasang simbal kecil yang dinamakan tali sasayat.

Belakangan ini, Gordang Sambilan sudah ditempatkan sebagai alat musik kesenian yang merupakan salah satu warisan budaya tradisional Mandailing, serta sudah mulai populer di Indonesia bahkan di Eropa dan Amerika Serikat (AS).

Karena dalam beberapa lawatan kesenian tradisional Indonesia ke sejumlah negara, diperkenalkan Gordang Sambilan. Sedangkan orang Man-dailing yang banyak bermukim di Malaysia sudah mulai pula menggunakan Gordang Sam-bilan untuk berbagai upacara.

Dengan ditempatkannya Gordang Sambilan sebagai instrumen musik kesenian tradisional Mandailing, maka alat musik ini sudah digunakan untuk berbagai keperluan di luar konteks upacara adat Mandailing. Misalnya menyambut kedatangan tamu agung, pe-rayaan nasional dan acara pem-bukaan berbagai upacara besar serta haru raya Idul Fitri.

Bagi orang Mandailing, Gordang Sambilan merupakan adat sakral, bahkan dipandang berkekuatan gaib yang dapat mendatangkan roh nenek mo-yang untuk memberi pertolo-ngan melalui medium atau se-macam shaman yang dinama-kan Sibaso

Pada zaman animisme, Gordang Sambilan digunakan untuk upacara memanggil roh nenek moyang apabila diper-lukan pertolongannya. Upacara tersebut dinamakan Paturuan Sibaso (memanggil roh untuk menyurupi medium Sibaso).

Tujuannya meminta perto-longan roh nenek moyang, me-ngatasi kesulitan yang sedang menimpa masyarakat, seperti penyakit menular. Juga digunakan untuk upacara meminta hujan atau menghentikan hujan yang turun terlalu lama dan menimbulkan kerusakan.
Selain itu dipergunakan pula untuk upacara perkawinan yang dinamakan Horja Godang Markaroan Boru dan untuk upacara kematian yang di-namakan Horja Mambulungi

Penggunaan Gordang Sambilan untuk kedua upacara tersebut, karena untuk kepentingan pri-badi harus terlebih dahulu men-dapat izin dari pemimpin tradisional dinamakan Namora Natoras dan Raja sebagai kepala pemerintahan.

Oleh karena itu pada masa lalu, di setiap kerajaan di Man-dailing harus ada satu ensambel Gordang Sambilan yang ditem-patkan di Sopo Godang (balai sidang adat dan pemerintahan kerajaan), atau disatu bangunan khusus terletak di dekat Bagas Godang (istana raja).

Permohonan izin itu dilaku-kan melalaui suatu musyawarah adat yang disebut Markobar Adat yang dihadiri tokoh-tokoh Namora Natoras dan Raja berserta pihak yang akan menyelenggarakan upacara. Selain harus mendapat izin dari Namora Natoras dan Raja, untuk penggunaan Gordang Sambilan dalam kedua upacara harus disembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa.

Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka Gordang Sambilan tidak boleh diguna-kan untuk upacara kematian (Orja Mambulungi) hanya dua buah yang terbesar dari in-strumen Gordang Sambilan yang digunakan, yang dinama-kan Jangat. Tapi dalam konteks penyelenggaraan upacara ke-matian dinamakan Bombat.

Penggunaan Gordang Sam-bilan dalam upacara adat diser-tai peragaan benda-benda ke-besaran adat, seperti bendera adat yang dinamakan tonggol, payung kebesaran dinamakan Payung Raranagan dan berbagai jenis senjata seperti pedang dan tombak yang dinamakan Podang dan Tombak Sijabut.

Gordang Sambilan juga dapat digunakan mengiringi tari yang dinamakan Sarama Penyatarama (orang yang melakukan tari sarama), kadang-kadang mengalami kesurupan pada waktu menari karena di-masuki oleh roh nenek moyang.

CATATAN WILLEM ISKANDER tentang mandailing

I LOVE MANDAILING NATAL


The Mandailing realm from Adian Bania, Wllem Iskander's corner of contemplation
Alam Mandailing dari Adian Bania, sudut renungan Willem Iskander
Foto Arbain Rambey

ALAM MANDAILING DALAM CATATAN WILLEM ISKANDER

Bagi kita yang pernah membaca buku Sibulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk karangan seorang tokoh pendidikan asal Mandailing dari abad ke-19, Willem Iskander (1840-1876), tak habis-habis kagum kita tentang kecintaan beliau terhadap “tanah air”-nya tano-rura Mandailing, yang tersurat indah dalam bait-bait puisinya. Simaklah salah satu puisinya yang berjudul MANDAILING yang mungkin ia tuliskan saat beristirahat di Adian Bania dalam perjalanan menuju Natal ketika akan berangkat studi ke Negeri Belanda pada 1857 : ” O Mandailing godang!/Tano inganan ku sorang/Na ni atir ni dolok na lampas/Na ni joling ni dolok na martimbus/Ipul na na laing bubus….Muda u tindo tingon Bania/U tatap ma aek ni Batanggadis/Mangelduk elduk dalan nia/Atir kamun jior mar baris”. (“O Mandailing Raya!/tanah tumpah darahku/yang diapit gunung yang tinggi/yang ditatap gunung berasap/asapnya mengepul terus! …Jika kupandang dari Bania/Kulihat air Batang Gadis/mengalir berliku-liku/Kiri kanan juar berbaris”.)

Dalam bait-bait berikutnya ia juga tak menyembunyikan kegalauan hatinya melihat “keterbelakangan” anak negerinya, namun begitu, ia tak akan menyia-nyiakan karena di sanalah pertama kali ia melihat matahari terbit. Ia mengucapkan selamat berpisah, entah berapa lama ia tak tahu, sembari berharap ketika bertemu kembali nanti anak negerinya tak lagi bodoh!.

Hampir 150 tahun yang lalu Willem Iskander telah mengingatkan kita tentang banyak hal, bagaimana mencintai negeri, bagaimana mencintai alam, mencintai Tuhan, mengasihi sesama, dan juga mendidik anak-anak untuk mencapai kemajuan. Ia juga tak sekedar memberi nasihat, melainkan bukti nyata dengan mendirikan sekolah guru di Tano Bato (1862). Apa yang ia lakukan satu setengah abad yang lalu telah memberikan sumbangan sangat besar bagi kemajuan orang Mandailing khususnya, sehingga sejarah telah mencatat generasi di bawahnya yang sudah terdidik banyak menjadi pionir dalam berbagai bidang kehidupan di negeri ini.

Kalau Willem Iskander telah sedemikian rupa menggambarkan kecintaannya kepada alam Mandailing yang ia lukiskan sangat indah, diapit bukit dan gunung, subur disiram aliran sungai, maka pada hari ini patutlah kita bertanya kepada diri kita masing-masing, khususnya sebagai warga Mandailing, apakah lingkungan alam dimana kita hidup dan menggantungkan kehidupan masih indah dan memberikan jaminan kehidupan bagi kita dan bagi anak cucu kita kelak ? Tor Sihite, Tor Barerang, Dolok Sigantang, Dolok Malea, dan Bania, nama-nama yang pernah disebutkan Willem Iskander dalam puisinya semuanya masih tegak, sebagaimana Sorik Marapi masih mengepulkan asapnya dan Batang Gadis masih mengalirkan airnya. Tapi bagaimanakah nasib hutan, pohon-pohon, tumbuhan obat, hewan-hewan, dan segala bentuk kehidupan yang ada di lingkungan alam pada semua bukit dan gunung yang ada di di daerah Mandailing Natal ? Bagaimana kualitas dan debit air sungai yang mengalir di sungai-sungai dan anak-anak sungai kita, apakah masih mampu menyangga kehidupan yang layak di masa yang akan datang ? Kita bisa menjawabnya sendiri, dengan coba merefleksi dan membuat bandingan keadaan hutan-hutan dan sungai-sungai kita, berikut dengan segala macam isinya dalam 5, 10, 15, atau 20 tahun terakhir; apakah masih bertahan atau justru sebaliknya sedang menuju kehancuran ?. Seandainya Willem Iskander hidup kembali hari ini, dan menyaksikan alam sekelilingnya yang ia pernah saksikan 150 tahun lalu, mungkin ia akan menangis pilu! *** (Gading Muda)

2 comments:

Joko-mandailing said...

Saya membaca artikel Bapak Basyral Hamidy Harahap pada http://basyral-hamidy-harahap.com/blog/index.php?item
tentang Pahlawan Nasional Willem Iskander, dan saya mempunyai pertanyaan sebagai berikut:

1. Sebagai seorang yang beragama Kristen, bagaimana peran Willem Iskander dalam mengembangkan agama Kristen di Mandailing?

2. Buku apakah karya Willem Iskander yang mengandung "pencerahan" secara agama Kristiani?

3. Apakah ada kemungkinan bahwa 3 orang calon guru yang dibawa oleh Willem Iskander ke Netherland gagal karena ke 3 orang tersebut menolak untuk menukar agama menjadi Kristen seperti yang dilakukan oleh Willem Iskander?. Dan Willem Iskander sendiri mengalami depresi dan dalam kondisi posisi terjepit disalahkan oleh 3 orang bawaannya tersebut serta desakan sponsor
atas "persyaratan" yang membiayai proyek tersebut?. Apakah akhirnya ketiga orang bawaan Willem Iskander tersebut terlantar di Negeri Belanda dan demikian juga dengan Willem Iskander sendiri sampai akhir khayatnya?

4. Apakah akhirnya Willem Iskander bunuh diri? dan apa penyebab sebenarnya beliau bunuh diri?.

Demikian, atas bantuan jawabannya diucapkan terima kasih.

Natal, Alam dan Tokohnya.

I LOVE MANDAILING NATAL
Natal, Alam dan Tokohnya.

School children pose in front of a English or Dutch cannon at Natal.
Anak-anak sekolah bergambar bersama meriam Inggeris atau Belanda di Natal.
Foto Arbain Rambey

Sebenarnya kata Natal bukanlah istilah daerah yang asli… Dalam percakapan sehari-hari lebih dikenal dan dibiasakan dengan kata NATAR. Sehingga orangnya pun disebut “HALAK BATANG NATAR”, atau orang Batang Natar. Dan yang mula-mula dikatakan Natal itu adalah “KAMPUNG BUKIT”. Kemudian setelah Perang Padri, maka pidah ke tepi pantai, itulah Natal yang disebut sekarang.

Kerajaan di pantai ini dipimpin oleh Tengku Sintan. Inilah Raja yang berjumpa dengan Company Inggris. Dan inilah yang menjadi Tengku Besar atau Raja Besar. Kerajaan ini berbatas dengan Raja Lingga Bayu, yang menjadi Tengku Sembah di Tapus. Batas daerahnya disebut “PINANG BABARIH”. Perjanjing daerah dan kuasa kerajaan ini, diadakan di BATU GAJAH, di tepi sungai Batang Natal, di kampong Lancat sekarang. Batu Gajah ialah suatu penjelmaan yang terjadi, seekor gajah besar dan beberapa anaknya, dan seekor harimau yang sedang minum bersama-sama menjadi hantu.

Di Natal rumah kerajaan disebut “UJUNG GAJAH MAHARAM”. Daerah ini alamnya indah, dan kekayaannya membuat Natal cukup terkenal pada masa lalu. Adat istiadat pembawaan rakyat terutama anak-anak gadis, cukup mengasikkan orang-orang yang berkunjung ke daerah itu. Pernah seorang Belanda, terpikat dan jatuh cinta kepada gadis Natal; orang Belanda tersebut bernama Dowaes[1] Dekker atau Multatuli. Cuma kekayaan alam ini belum diolah. Watak rakyatnya pintar-pintar, cuma mereka jauh dari tempat pendidikan, bagi yang berkesempatan merantau meluaskan pandangan hidupnya, tidak sedikit menjadi orang penting, ahli politik, militer, sastrawan, dan hartawan di seluruh pelosok tanah air. Mengenai silsilah kerajaan Natal, di sini diuraikan sedikit:

Tengku Sintan
Tengku Muhammad Natal
Tengku Raja Hidayat
Tengku Muhammad Arrif
Tengku Haji Sutan Sri Dewa

Di daerah Natal sepanjang pantai, banyak suku-suku lain yang berdatangan ke sana. Seperti di Teluk Sikara-kara, penduduknya berasal dari Aceh Melabuh, begitu di Jambur Aceh. Kedatangan Inggris dan Belanda sampai sekarang masih ada bekas-bekas peninggalannya seperti meriam, gudang tempat penukaran uang (bank) Inggris, penyimpanan mesiu pada masa company, dan sebua sumur, yang disebut SUMUR MULTATULI.

Di samping kekayaan dan keindahan alam, ala lagi kekayaan yang paling besar pada masa dahulu, yaitu seorang Ulama Islam terbesar pada masa itu, yang tidak sedikit jasanya mengajarkan ajaran Islam sampai ke Mandailing, Angkola Sipirok, Pargarutan, Padangansidempuan, Batangtoru, Marancar, sampai ke perbatasan Tapanuli Utara dan Padanglawas. Ulama Besar tersebut bernama Syekh Abdul Malik gelar BALEO NATAR. Murid dari Guru Besar – Ulama terbesar Syekh Abdul Fatah dari Surau Tambak. Boleh dikatakan yang berjasa dan secara diplomat tanpa pertumpahan darah dan pengrusakan harta, beliau inilah yang memantapkan Agama Islam di seluruh Tapanuli Selatan. Beliau adalah seorang Ulama Ahli Fikih dan Tarikat Nakasabandiyah.[2]

Menurut sejarah yang dituturkan kekluarganya Syekh Abdul Malik, bersasal dari Muara Mais Kotanopan. Beliau datang ke Natal, belajar di Surau Tambak kepada Syekh Abdul Fatah Ulama Besar pada masa itu. Beliau ini belajar bersama-sama dengan kawan-kawan beliau yang semuanya jadi ulama terkenal juga seperti Tuan Tamang dan Tuan Benteng. Syekh Abdul Malik ditugaskan oleh guru beliau Syekh Abdul Fatah, untuk mengajarkan Agama Islam keseluruhan Tapanuli Selatan. Setelah Syekh Abdul Fatah meninggal, hari Ahad 12 Rabiul Awal 1282 H, maka Syekh Abdul Malik menetap di Surau Tambak sekarang, untuk melanjutkan pengajaran Agama Islam. Kemudian beliau berpulang pada pada hari Jum’at 12 Romadon 1320 H…

Daerah Natal satu-satunya yang menganut sistem matrilineal, menurut hukum keibuan, dengan perkawinan semenda atau menjapui. Berbeda dengan daerah Batang Natal, di sana yang utama adalah Adat dan bahasa Mandailing. Dan garis darah menurut keturunan ayah (patrilineal). Daerah Batang Natal juga kaya dengan emas sepanjang sungai Batang Natal. Usaha rakyat banyak juga yang mendulang emas. Udaranya sejuk, penduduknya ramah-ramah, terutama gadis-gadisnya cantik dan bersih-bersih karena perkempungan mereka boleh dikatakan di sepanjang pinggir sungai Batang Natal. Pemandangan di Singgah Sejenak cukup mengharukan, rumah Makan di Sopo Tinjak cukup terkenal, setiap penumpang bus tidak dapat melewatkannya untuk singgah makan di sana. Di pinggir sungai Aek Guo, ada batu berlobang.

Menurut cerita lobang batu itu sangat panjang, berpuluh-puluh kilo meter, yaitu dari Aek Guo sampai ke Roburan Mandaling. Menurut keyakinan di dalam lobang itu, ada orang halus atau jin penunggu. Dari beberapa desa dari Batang Natal ini, telah banyak mempunyai putra-putri yang maju dan berpendidikan tinggi, serta memegang peranan penting dalam negara kita ini, seperti dari Muara Soma, Aek Nangali, Rao-rao, Kase dan lain-lain. Keempat daerah ini, Angkola, Padanglawas, Mandailing dan Pesisir Natal-Batang Natal di Tapanuli Selatan, mayoritas penduduknya beragama Islam.

Taman Nasional Batang Gadis Surga Burung di Sumatera

.. I LOVE MANDAILING NATAL

Taman Nasional Batang Gadis
Surga Burung di Sumatera


Survai Burung di Taman Nasional Batang Gadis menyimpulkan bahwa kawasan hutan ini merupakan bagian potensial habitat burung yang perlu dilindungi.

Kekayaan burung ini juga bisa dimanfaatkan sebagai arena wisata alam ‘bird waching’.
Sore itu agak redup, dari kejauhan tampak mobil beriring-iringan masuk ke suatu kota kecil yang diapit oleh dua pegunungan. Kota kecil itu sangat unik karena perkembangannya nampak hanya terlihat di bagian jalan besar yang lurus memanjang membelah kota tersebut. Kota ini dinamakan Panyabungan, ibukota Kabupaten Mandailing Natal yang letaknya di Propinsi Sumatera Utara.

Salah satu pegunungan besar yang mengapit kota kecil tersebut adalah Taman Nasional Batang Gadis yang kini menarik perhatian internasional karena selain usulan kawasan tersebut merupakan kawasan kosnervasi yang diajukan secara sungguh-sungguh oleh masyarakat Mandailing Natal.

Sesampai di sebuah penginapan, seluruh penumpang di dalamnya turun dengan membawa sebukit tas, alat-alat dan barang-barang perbekalan penelitian.

Mereka yang menamakan diri ‘Tim Flora dan Fauna’ merencanakan untuk membuat berbagai riset singkat di wilayah bakal taman nasional tersebut terutama aspek keanekaragaman hayatinya. Menariknya, aspek keanekaragaman hayati di kawasan usulan taman nasional tersebut (kini sudah resmi menjadi taman nasional-red) belum pernah digali sebelumnya dan hanya ada satu atau dua catatan pengamatan kecil dari organisasi lingkungan yang pernah melakukan kegiatan pemantauan di sana.

Keesok harinya, saat makan pagi usai, mulai tim flora dan fauna melakukan kegiatan survey awal kondisi lokasi bakal taman nasional tersebut. Banyak hal yang menarik terutama tim tersebut terdiri dari berbagai latar belakang keilmuan dan institusi. Ada yang berasal dari institusi Litbang Kehutanan, LIPI dan saya sendiri (Wishnu) lalu staff CI Indonesia yang lain Sunarto, Abu Hanifah, Hamid dan Hasbi dan beberapa penduduk lokal yang diantaranya belum saling kenal satu sama lain.

Mandailing Natal merupakan lokasi yang elok dikunjungi, suasananya yang tidak ramai, pegunungan yang masih banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon yang tinggi dan alami dan keindahan Gunung Sorik Merapi yang seringkali cemerlang pada pagi hari dan saat itu sangat cocok bagi mereka yang senang fotografi.

Satu hal lagi, air terjun panas yang terletak di samping jalan Kayu laut - Sopotinjak. Sungguh luar biasa dan tidak pernah dijumpai di daerah manapun.
Mimpi yang sangat indah kalau daerah tersebut benar-benar dijaga dan
dikelola secara baik dan profesional. Dari segi pemerintahan, kabupaten ini termasuk kabupaten baru pecahan dari Tapanuli Selatan. Dengan diangkatnya menjadi kabupaten baru, otomatis para pemangku kepentingan atau stakeholder di sana berusaha keras untuk mendapatkan sumber dana atau pendapatan buat daerahnya. Hal ini kadang menjadi dilema bagi kelestarian alam. Banyak contoh bahwa otonomi daerah mengakibatkan eksploitasi besar-besaran sumber daya alam karena bagian inilah yang paling mudah untuk mendapatkan pendapatan, tetapi bagi Kabupaten Mandailing Natal ternyata tidak demikian.

Pemerintah Daerah justru berkeinginan untuk memiliki salah satu kawasan lindung yang bisa menjadi kebanggaan daerah. Menariknya lagi, kawasan lndung tersebut merupakan usulan dari masyarakat yang berada di sekitar desa yang diwakili oleh beberapa kepala desa.

Bagi pemda dan masyarakat sebenarnya dapat memanfaatkan hutan tersebut
secara lestari dan dapat diambil keuntungan atau benefit yang nyata yaitu dengan melakukan pengelolaan yang ramah lingkungan dan berkesinambungan.

Misalnya dengan menumbuhkan kegiaran ekowisata. Potensi ekowisata di sekitar Batang Gadis itu sangat besar. Tim flora dan fauna yang berkunjung ke desa-desa sekitar kawasan (walau belum seluruh desa dijelajahi), banyak menemukan keunikan di sana seperti di daerah Sibanggor, Sopotinjak, Aek Nangali, Hutabargot dan Natal (lihat artikel: Potensi Wisata Alam di Taman Nasional Batang Gadis). Di Sibanggor saja, keunikan rumah-rumah masyarakat yang beratap ijuk dan letaknya yang teratur, merupakan aset daerah yang dapat dilestarikan dan merupakan daya tarik wisatawan. Oleh karen itu perlu dipikirkan meningkatkan kualitas rumah-rumah tersebut.

Surga Burung

Kegiatan kunjungan ke desa juga diikuti dengan penelitian flora dan fauna dan efektifnya pengamatan flora dan fauna pada pertengahan minggu pertama survai. Beberapa titik diambil sebagai lokasi penelitian dan selama proses berjalannya waktu, banyak sekali hasil yang diperoleh. Untuk tumbuhan saja diperkirakan ratusan jenis dapat teridentifikasi dan ditemukan pula jenis Raflesia sp. di wilayah Sorik Merapi yang katanya menjadi daerah keramat.

Serunya lagi untuk satwa, 200-an burung teridentifikasi padahal ketinggian lokasi pengamatan antara 0 - 1300 m dpl dan belum mencapai ketinggian 1500an. Jadi, Batang Gadis merupakan surganya burung, karena jarang sekali pengamatan satwa waktunya hampir sebulan bisa mendapatkan 200 jenis burung.

Dari 200 spesies yang tercatat, 6 jenis rangkong dipastikan terdapat di kawasan tersebut, jadi tinggal 3 ekor lagi dari 9 spesies rangkong di sumatera, jenis ‘finfoot’ yang dikenal migran dan datanya sangat jarang ditemukan di Indonesia, juga tercatat di situ. Dari 200 spesies burung, 38 spesies diantaranya dalam status dilindungi dan 5 diantaranya adalah endemik Sumatera. Tim fauna juga menemukan banyak spesies elang, kutilang, pelatuk, bahkan burung-burung yang sulit ditemukan dan hanya dijumpai di daerah-daerah yang sulit terjamah manusia, seperti seperti jenis burung luntur gunung atau ‘trogon’.dan burung cirik-cirik kumbang –Nyctyornis amictus.

Dalam survai tersebut tim burung juga menjumpai spesies paling eksotik dan menarik yaitu enggang gading Rhinoplax vigil. Burung berwarna hitam dan putih ini selain bentuknya unik dan memiliki bulu ekor di bagian tengah yang jauh lebih panjang dari bulu ekor tepi, juga memiliki suara seperti orang sedang tertawa terbahak-bahak.
Selain itu adapula burung yang unik selalu di jalan dan kadangkala ingin bercanda dengan kita yaitu kicuit batu Motacilla cinerea. Burung ini seringkali berjalan di tanah dan menungging-nunggingkan ekornya naik turun untuk mencari perhatian. Adalagi jenis Tepekong rangkang Hemiprochne comata dengan cirri khas dua garis putih melintang di atas dan bawah bagian matanya, selalu mengamati gerak-gerik kita pada saat pengamatan. Lucunya burung ini dapat dengan cuek nya hinggap di dahan kering lalu terbang berputar dan hinggap lagi di dahan yang kering tanpa merasa terganggu oleh kehadiran manusia. Berung di Batang Gadis memang terasa jinak, adalagi burung yang lebih cuek yaitu burung luntur gunung. Pernah tim fauna menjumpai burung tersebut hinggap dekat dengan pengamat tanpa bergerak walau pengamat tersebut lalu lalang berjalan. Seolah berkata: “segera lindungi habitat kami”.

Sangat indahnya kawasan hutan dan fauna burung di Batang Gadis, menjadikan kawasan ini cocok dan potensial untuk dijadikan kawasan ekowisata ‘Birdwatching’.Nah, tinggal bagaimana semua pihak atau pemangku kepentingan (stakeholder) memiliki komitmen untuk merencanakan dan membangun ini semua.

Cita-cita Ekowisata dari Madina

... I LOVE MANDAILING NATAL


Pemandangan rumah beratap ijuk dengan latar belakang rimba Batanggadis.

Cita-cita Ekowisata dari Madina

MADINA – Usia Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara memang baru seumur jagung. Namun sang ”bayi” punya cita-cita besar: menggali potensi ekowisata dari daerah seluas 662.070 hektare dan berpenduduk sekitar 370.000 jiwa ini. Ini sengaja dipilih karena pemkab Madina tak ingin memakai konsep pariwisata massal untuk mengelola obyek wisata daerah ini.

”Saat ini kan tren yang sedang diminati adalah ekowisata dan orang makin jenuh dengan pariwisata massal,” ungkap Budi Ismoyo, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Madina. Rencananya prinsip ekowisata juga akan diterapkan untuk mengelola hutan yang mendominasi daerah ini.

Bila kita melihat statistik mengenai lahan di wilayah Kabupaten Madina, sebagian besar memang masih berupa hutan. Rinciannya, hutan negara seluas 317.825 hektare (48 persen) yang hingga kini masih merupakan bagian terluas dari total lahan di daerah itu. Sisanya, yakni berupa hutan rakyat seluas 42.176 hektare atau hanya sekitar enam persen dari luas seluruh lahan, perkebunan sekitar 67.707 hektare, rawa-rawa 59.976 hektare, dan selebihnya merupakan areal persawahan, perladangan, tambak, permukiman, dan lain-lain.

Ke depan, pemkab Madina Piha akan menyusun konsep pengelolaan pariwisata bersama masyarakat dan mitra, seperti Conservation International (CI) Indonesia – lembaga konservasi internasional papan atas. ”Yang pasti, pengelolaannya akan berkolaborasi dengan masyarakat,” timpal Erwin Perbatakusuma dari CI Indonesia.

Pengembangan ekowisata di daerah ini akan memanfaatkan zona penyangga dari (calon) Taman Nasional Batanggadis. Upaya ini diharapkan akan membuka peluang usaha bagi masyarakat lokal/sekitar kawasan. Namun, proses paling penting adalah menghargai usaha mereka mempertahankan kearifan lokal.

Hunian Ijuk nan Sejuk

Untuk membuktikan potensi ekowisata Madina, kami sempat mengunjungi Sibanggor.
Wilayah Sibanggor terdiri dari tiga desa: Sibanggor Jae, Sibanggor Tonga dan Sibanggor Julu. Bila Anda berada di ketiga desa ini dijamin akan betah berlama-lama. Dengan kontur yang menaik, pemandangan desa dari tempat yang tinggi terlihat begitu cantik. Semuanya masih tradisional dan alami. Apalagi di desa Sibanggor Tonga dan Sibanggor Julu, rumah-rumah penduduk terlihat asli dengan gaya rumah panggung beratapkan ijuk.

Penduduk memakai ijuk sebagai bahan utama atap rumah karena di daerah ini udaranya banyak mengandung belerang. Bila memakai bahan seng, atap jadi cepat berkarat. Gas belerang datang dari kawah puncak Gunung Sorik Marapi (2.142 mdpl).
Bicara rumah beratap ijuk, Bupati Madina Amru Daulay akan mengeluarkan keputusan yang mewajibkan penduduk untuk memakai ijuk sebagai atap rumah. ”Tahun ini kami akan mengeluarkan peraturan daerah yang melarang pembangunan atap rumah dari bahan seng,” tandas Amru.

Dengan ijuk semuanya akan terlihat alami dan sekaligus mendukung cita-cita ekowisata. Untuk itu, pemkab Madina juga akan mengembangkan penanaman pohon enau. Tentu saja akibat dikeluarkan aturan itu harga ijuk akan melonjak. Amru sadar akan hal ini. Sebagai antisipasi, Amru berujar, ”Jangan khawatir, bagi masyarakat yang kurang mampu akan kami beri subsidi.”

Hunian ijuk nan sejuk itu dapat dikembangkan sebagai pendukung cita-cita ekowisata Madina. Pemandangan deretan rumah penduduk amat sedap dipandang dari puncak bukit. Ini akan memancing minat para wisatawan.

Bila pengelola daerah jeli, masyarakat dapat membuka homestay di rumah-rumah mereka. Tak perlu dilengkapi fasilitas mewah yang bergaya metropolis, macam pendingin ruangan, lemari es atau lainnya. Namun, kunci utama homestay ini justru pada prinsip sanitasi dan keasrian yang dijunjung tinggi.

Bila sanitasi dan keasrian sudah dikantungi, jangan lupakan pula persoalan tarif. Sebagai promosi, hitung-hitungan hunian jangan terburu-buru untuk mematok harga tinggi. Itu sebabnya riset ekonomi wajib dilakukan pihak pemerintah kabupaten. Langkah berikut, tinggal membina masyarakat agar terbiasa menerima kunjungan turis – terutama, turis berselera ekowisata.

Air Panas Sibanggor

Di wilayah Sibanggor, kita dapat menemukan sumber-sumber air panas alami. Air panas yang kaya dengan kandungan belerang itu sangat bagus untuk menjaga kesehatan kulit. Penyakit kulit macam panu, kadas dan kurap kabarnya bisa diobati di sini.

Saat ini, tempat yang paling nyaman untuk menikmati air panas alami itu terletak di daerah Sibanggor Julu. Lokasinya ada di pinggir jalan. Di belakang sumber air panas menghampar pemandangan ”karpet hijau”. Dari sawah sampai rimba dan puncak Gunung Sorik Marapi. Bila cuaca mendukung, kita dapat memuaskan diri untuk memainkan kamera atau alat perekam gambar.

Di sini sudah terbangun beberapa fasilitas, seperti kolam pemandian, sarana mandi uap, WC umum, dan tempat ibadah. Sayang bangunan-bangunan ini tak mendapat perawatan khusus hingga kondisinya amat memprihatinkan, kecuali untuk tempat ibadah. Paling parah, WC umum yang tak lagi berfungsi, rusak dan kotor.

Fitri (17) siswi SMU Muara Sipongi - datang ke tempat ini bukan sekadar rekreasi. Bersama keluarganya, ia menikmati air panas itu sebagai terapi pengobatan pada bagian kulit. ”Kami pergi ke sini dengan menyewa mobil. Sekali jalan habis seratus ribu,” katanya. Pada dijumpai, Fitri asyik merebus telur ayam pada salah satu sumber air panas. Di dekatnya ada sekelompok remaja putri yang mengikuti jejak Fitri.

Saat ini kamar mandi uap dikelola oleh masyarakat sekitar. Tak ada retribusi khusus, tetapi cukup bayar sukarela kepada warga yang bertugas menjaga fasilitas ini. Menurut Ilham Tanjung (43), fasilitas yang ada di tempat ini dibangun atas swadaya masyarakat dengan bantuan pemkab. Karena banyak yang berkunjung, masyarakat kedodoran untuk memelihara fasilitas yang ada.

Masalah sampah juga menjadi perhatian khusus. Di sekitar tempat berpotensi wisata ini tak tersedia tempat sampah. Jadi jangan kaget bila sisa buangan kegiatan manusia ini berceceran di tiap sudut. Paling kentara, ceceran plastik. Memang, sampah jenis ini butuh waktu yang lama untuk hancur. Mau tak mau supaya cita-cita ekowisata dapat terwujud, semua pihak harus turun tangan menangani masalah ini.

Ekowisata boleh jadi cita-cita. Untuk mewujudkannya pekerjaan rumah telah menanti untuk diberesi. Bila serius cita-cita pun bisa tergapai dan paling penting punya nilai keberlanjutan tinggi. Selamat BEKERJA MADINA

SEMANGAT MANDAILING SEKENTAL GORDANG SEMBILAN

...I LOVE MANDAILING NATAL

Gordang Sambilan diperdengarkan pada sambutan perayaan Merdeka 2005

SEMANGAT MANDAILING SEKENTAL GORDANG SEMBILAN

IRAMA (Gordang Sembilan, salah sau kesenian masyarakt Mandailing dari Tapanuli Selatan, sumatera, yang memenuhi setiap ruang auditoriam Memorial Tunku Abdul Rahman Putra al-Haj, menyimpan pelbagai rahsia tersirat suku kaum ini.

Paluan sembilan gendang panjang, sebuah sesayak, gong (dua), canang (1) dan cak lempong (3) oleh guru pelatih Institut Bahasa Melayu Malaysia (IBMM) perempuan dan lelaki di bawah pemimpinan Mohd. Sharifudin Yusof, yang begitu bersemangat, seolah-olah mewakili kekentalan hubungan sesama orang Mandailing.

Tidak sia-sia, IBMM, menjadikan Gordang Sembilan sebagai salah satu program angkat-nya kerana nyata persembahan guru pelatih IBMM itu memikat tetamu.

Daya tarikan tersendiri, Godang Sembilan ini sehingga berjaya memikat seorng kanak-kanak berusia sekitar dua tahun untuk sama tenggelam dalam irama yang penuh bertenaga manakala khalayak dewasa pula tidak kedekut dengan tepukan.

Persembahan pembuka majlis Pengkisahan Sejarah Masyarakat Mandailing di Malaysia, Sabtu lalu, membuka peluang kepada kalangan generasi muda suku kaum berkenaan untuk mengenali khazanah warisan budaya mereka.

Lalu tidak pelik apabila Kerajaan negeri Selangor Darul ehsan memilih Gordang Sembilan sebagai sebahagian daripada kesenian rasminya kerana ia turut membawa lambang perpaduan yang menjadi salah satu ciri khas masyarakat Mandailing. Salah seorang ahli panel majlis Pengkisahan sejarah Masyarakat Mandailing di Malaysia, Ashari Mohd Yakub, berkata hubungan sesama orang Mandailing begitu rapat biar di mana mereka berada.

"Orang Mandailing amat mementingkan hubungan sesama mereka dan tidak seperti orang Melayu yang akan bersifat seperti enau dalam belukar, melepaskan pucuk masing-masing," katanya.

Masyarakat Mandailing dikatan bertumpu ke Tanah Melayu kerana mereka adalah suku kaum yang suka merantau sama ada untuk mencari ilmu atau rezeki dan lazimnya mereka berpindah secara berkelompok berserta dengan pemimpinnya sekali.

Ramai juga orang Mandailing yang berpindah ke Tanah Melayu selepas tamat Perang Paderi (1816-1833M) kerana enggan berada di bawah telunjuk Belanda yang mahukan mereka mengusahakan ladang kopi.

"Mereka enggan menjual hasil tuaian kopi pada harga yang ditetapkan Belanda kerana dianggap merugikan dan kemelut itu memaksa sebahagian daripada masyarakat mandailing berpindah ke Klang," katanya.

Masyarakat Mandailing meskipun berasal daripada keluarga tani tetapi apabila berpindah ke Tanah Melayu turut muncul sebagai peniaga berjaya selain meneroka perlombongan bijih dan emas.

Ashari berkata, maklumat lisan yang beliau perolehi turut menunjukkan bahawa orang mandailing lebih dahulu menguasai bidang perlombongan bijih dan emas dan bukannya Yap Ah Loy.

"Yap ah Loy dikatakan merompak bijih milik orang Mandailing yang menjalankan kegiatan perlombongan di Perak ketika mereka membawa turun hasil dagangan ke Kuala Lumpur untuk dijual," katanya.

Seorang lagi ahli panel, Ahmad Mahidin Ulong Shaban, berkata Raja Alang dan Raja Asal adalah di antara pemimpin masyarakat Mandailing yang menguasai perlombongan bijih dan emas.

Taukeh bijih dan emas itu dikatakan mengambil Yap ah Loy bekerja dengan mereka bai memudahkan bekalan buruh pada harga yang murah diperolehi dari Tiongkok.

Ahmad Mahidin juga mendakwa masyarakat mandailing di awal perpindahan mereka di Tanah melayu, tidak berani mendedahkan jati diri suku kaumnya bagi menjamin peluang pendidikan di sekolah yang sama rata kepada anak masing-masing.

"Jika kami mengaku sebagai marga Mandailing, kami akan dilayan sebagai warga kelas kedua oleh penduduk tempatan dan tidak berpeluang untuk menghantar ana ke sekolah," ujarnya.

Seorang lagi ahli panel, Tengku salaturrahim Tengku alias dari Kampung kerangai, negeri Sembilan, pula berkata hubungan suku kaum mandailing yang begitu erat menyebabkan 'orang luar' tidak berani meminang anak-anak mereka.

Keadaan itu dikatakan berlaku diperingkat awal masyarakat mandailing bermukim di kampung terbabit dan mereka sendiri pula tidak akan meminang orng luar untu diterima sebagai ahli keluarga mereka.

"Bagaimanapun fenomena itu sudah berubah sekaran dan penduduk mandailing di Kampung Kerangai lebih kerap menerima menantu dari kalangan orang luar dan juga sebaliknya." Ujarnya.

Sungguhpun demikian, masyarakat Mandailing di kampung Kerangai sehingga hari ini masih mempertahan bahawa suku-kaum mereka dan menerima pendedahan bahasanya sejak dri tangisan pertma lagi.

Kanak-kanak mandailing di kampung terbabit hanya mula berkomunikasi secara meluas dalam bahasa melayu baku apabila mereka memulakan alam persekolahan dan peringkat awal akan dibantu oleh adik-beradik yang lebih dewasa.

Sementara itu, Ketua Pengarah Arkib negara, Datuk Habibah Zon, yang juba berasal dari marga Mandailing berkata sejarah suku kaum penting sebagai sumber pengetahuan, kefahaman dan mengingatkan asal usul sesuatu marga itu.

"Arkib Negara bersedia menerima mana-mana persatuan yang mahu menyumbang rekod mempunyai nilai sejarah tanpa mengira mereka dari suku kaum mana sekalipun," katanya ketika merasmikan pengkisahan berkenaan.

Majlis Pengkisahan Sejarah Masyarakat Mandailing di Malaysia anjuran arkib Negara dengan kerjasama Ikatan kebajikan Mandailing Malaysia (Iman Malaysia) itu bertujuan merekodkan maklumat tidak bertulis mengenai marga berkenaan.

Habibah yakin bahawa sejarah suku kaum boleh membantu sesuatu marga itu untuk membina kekuatan diri dan rasa bangga kepada apa yang mereka warisi sekalipun ketika berada dalam era siber.

"Rekod ini membolehkan berlangsungnya kesinambungan budaya dan bersifat kekal selain dapat membantu orang Melayu membina kekuatan jati diri sebagaimana yang dimanfaatkan bangsa lain.

Usaha memelihara warisan budaya bangsa perlu diperhebat memandangkan semakin ramai generasi muda yang tidak lagi mengenalinya, apalagi ketika budaya dari Barat begitu hebat melanda.

"Arkib negara kini sudah mempunyak koleksi Raja Bilah, salah seorang pemimpin masyarakat Mandailing yang berhijrah ke Tanah Melayu dan ia dipamerkan di pejabat kami, cawangan Papan," katanya.

Horas mandailing

... AKU CINTA MADINA Istilah baku Mandailing juga dieja seperti Mengdelling, Mandahiling, Mendeheleng, Mandheling, Mandiling, Mandaling, Mendeleng, dll.. Dari segi sejarah, orang Mandailing melihat jati diri mereka sebagai kelompok etnis/bangsa yang terpisah dan berbeda/berlainan dari kelompok etnis Batak di Indonesia maupun Melayu di Malaysia.

Klasifikasi sensus yang mengkategorikan Mandailing sebagai Batak di Hindia Timur Belanda dibuat atas 'dasar menyendal/mencopet' untuk memisahkan Aceh dan Minangkabau yang Islam dari 'Tanah Batak', wilayah pemisah ciptaan pemerintah kolonial. Sementara di British Malaya, orang Mandailing dikategorikan sebagai Melayu semata-mata untuk 'kesenangan pentadbiran/administratif' yang pramatis.

'Sangkalon' adalah lambang keadilam dalam masyarakat Mandailing. Patung ini juga dipanggil 'si pangan anak si pangan boru' (si pemakan anak lelaki, si pemakan anak perempuan), yang melambangkannya suatu
sikap atau nilai budaya bahwa demi tegaknya keadilan anak kandung sendiri harus dibunuh kalau ternyata melakukan kesalahan yang menuntut hukuman itu. Dengan perkataan lain, keadilan tidak pilih kasih.

Horas mandailing

Istilah baku Mandailing juga dieja seperti Mengdelling, Mandahiling, Mendeheleng, Mandheling, Mandiling, Mandaling, Mendeleng, dll.. Dari segi sejarah, orang Mandailing melihat jati diri mereka sebagai kelompok etnis/bangsa yang terpisah dan berbeda/berlainan dari kelompok etnis Batak di Indonesia maupun Melayu di Malaysia.

Klasifikasi sensus yang mengkategorikan Mandailing sebagai Batak di Hindia Timur Belanda dibuat atas 'dasar menyendal/mencopet' untuk memisahkan Aceh dan Minangkabau yang Islam dari 'Tanah Batak', wilayah pemisah ciptaan pemerintah kolonial. Sementara di British Malaya, orang Mandailing dikategorikan sebagai Melayu semata-mata untuk 'kesenangan pentadbiran/administratif' yang pramatis.

'Sangkalon' adalah lambang keadilam dalam masyarakat Mandailing. Patung ini juga dipanggil 'si pangan anak si pangan boru' (si pemakan anak lelaki, si pemakan anak perempuan), yang melambangkannya suatu
sikap atau nilai budaya bahwa demi tegaknya keadilan anak kandung sendiri harus dibunuh kalau ternyata melakukan kesalahan yang menuntut hukuman itu. Dengan perkataan lain, keadilan tidak pilih kasih.

MENYINGKAP TABIR KEKAYAAN BUMI MANDAILING NATAL

.AKU CINTA MANDAILING NATAL

Batang Gadis watershed, a well kept treasure
Daerah Aliran Batang Gadis, perbendahaan yang terpelihara baik

Menyingkap Tabir “Kekayaan” Bumi Mandailing Natal

Kawasanyang baru saja ditunjuk sebagai Taman Nasional Batang Gadis (TNBG), MandailingNatal (Madina), Sumatera Utara, seluas 108.000 Ha ternyata memiliki kekayaan hayati yang tinggi. Fakta ini terungkap lewat survei awal yang dilakukan Conservation International (CI) Indonesia bersama Lembaga Ilmu PengetahuanIndonesia (LIPI), Pusat Penelitian dan Pengembangan (PusLitBang) Hutan danKonservasi Alam-Departemen Kehutanan dan pemerintah daerah Kabupaten Mandailing-Natal. Survei ini dilakukan selama kurang lebih 6 minggu, dari 2 Februari hingga 20 Maret2004.

Survei terpadu ini berhasil memberikan gambaran yang dapat dijadikan sebagai masukan awal dalam menentukan model pengelolaan, cakupan wilayah, zonasi dan hal-hal terkait lainnya. “Kawasan Taman Nasional Batang Gadis inimerupakan harta yang paling berharga bagi masyarakat di sekitarnya. Selain dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti terjaminnya suplai air bersih, masyarakat juga terhindar dari bencana alam seperti yang belum lama ini terjadi di Bahorok,tetapi dengan catatan jika masyarakat Madina menjaga hutannya dengan baik,”tutur Dr. Endang Sukara, Deputi Ketua LIPI Bidang Ilmu PengetahuanHayati.

Berdasarkanhasil penelitian flora, dalam plot seluas 200 meter persegi terdapat 222 jenistumbuhan berpembuluh (vascular plant) atau sekitar 0,9% dari flora yang ada di Indonesia (terdapat sekitar 25.000 jenis tumbuhan berpembuluh diIndonesia). Sementara dalam plot seluas 1 Ha, terdapat 184 jenis pohon yang berdiameter lebih dari 10 cm dengan jumlah pohon sebanyak 583. Survei ini juga berhasil menemukan bunga Padma (Raffesiasp.) jenis baru. Hingga kini, bunga tersebut belum diberi nama ilmiah dan masih diteliti oleh pakar di Herbarium Bogoriense, Pusat PenelitianBiologi-LIPI.

“KawasanTaman Nasional Batang Gadis ini ternyata mempunyai kekayaan hayati flora yangtinggi, sehingga harus tetap dijaga kelestariannya. Sebab, masih banyakjenis-jenis tumbuhan yang secara ilmiah belum dikenal serta belum diketahui manfaatnya bagi kehidupan manusia dan ini perlu dikaji lebih lanjut,” imbuh Dr.Kuswata Kartawinata, pakar hutan tropis yang juga adviser CIIndonesia.

Disisi lain, tim survei fauna mengidentifikasi berbagai jenis mamalia di daerahTNBG dan sekitarnya pada ketinggian 50-1350 meter di atas permukaan laut (mdpl). Melalui perangkap kamera, tim ini berhasil merekam gambar harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), kambing hutan (Naemorhedussumatraensis), tapir (Tapirus indicus), kucing hutan (Catopumatemminckii), kancil (Tragulus javanicus), binturong (Arctitisbinturong), beruang madu (Helarctos malayanus), rusa (Cervus unicolor) dan kijang (Muntiacus muntjac) dan landak (Hystix brachyura).

“Halini sangat luar biasa, hanya dalam enam minggu saja kami sudah berhasilmengidentifikasi beberapa satwa langka, padahal di lokasi lain butuh waktutahunan. Selain itu, kami juga mengidentifikasi adanya empat jenis primata dankeragaman jenis tikus hutan yang tinggi,“ jelas Dr. H. M. Bismark, Ahli PenelitiUtama (APU) Biologi Satwa Liar dan Konservasi dari PusLitBang Hutan dan Konservasi Alam-DepHut. Hal ini, lanjutnya, menandakan fungsi satwa sangat mendukung untuk proses regenerasi dan suksesi hutan dalam mempertahankan keseimbangan ekosistem.

Disisi lain, tim yang dipimpin Drs. Boeadi, pakar reptil dan amfibi LIPI berhasil menemukan amfibi tak berkaki (Ichtyopis glutinosa) -merupakan jenis satwapurba- dan katak bertanduk tiga (Megophyris nasuta) yang sudah langkahanya dapat dijumpai (endemik) di Sumatera.

Catatanjenis burung di kawasan ini juga bertambah dari 140 menjadi 242 jenis. Dari 242 jenis tersebut, 45 merupakan jenis burung yang dilindungi di Indonesia, 8 jenis secara global terancam punah, 11 jenis mendekati terancam punah. Ditemukan juga dua jenis burung yang selamaini dikategorikan sebagai ‘kekurangan data’ (data deficient) oleh IUCN karena sedikitnya catatan. Dari total jenis burung tersebut 13 jenis masuk kedalam kategori Burung Sebaran Terbatas yang berkontribusipada terbentuknya Daerah Burung Endemik dan Daerah Penting bagi Burung (DPB). “Ada satu jenis burung yang keberadaannya di Sumatera masih diragukan dan timkami menemukannya, bahkan dengan bukti foto, yaitu pedendang kaki sirip (Heliopais personata),” ujar Sunarto, ahli keanekaragaman hayati CI Indonesia. Tambahnya, kawasan ini merupakan salah satu lokasi transit burung-burung migran yang datang dari belahan bumi utara.

Selaintumbuhan dan hewan tingkat tinggi, CI Indonesia dan Bioteknologi-LIPI juga mencoba melakukan hal baru yaitu mengidentifikasi mikroba hidup dalam jaringan tumbuhan (endopyte) yang ada di hutan tropis Mandailing Natal, guna menyelamatkan jenis mikroba tersebut dari kepunahan. Konservasi mikroba dari hutan tropis Indonesia belum pernah dilakukan oleh lembaga mana pun. Hinggakini, tim survei telah berhasil mengumpulkan 1500 jenis mikroba yang terdiri dari bakteri, kapang dan jamur. Mikroba ini banyak memberikan manfaat antara lain sebagai sumber obat-obatan, pupuk organik, bio-insektisida ataupun bio-fungisida yang menunjang sektor pertanian maupun penghasil enzim dan hormon yang dibutuhkan oleh sektor industri. Sekali potensinya terkuak, Indonesia dapat membangun bioindustri bernilai tinggi tanpa harus mengorbankan kekayaan bumi Madina.

“Kamiberharap hasil penemuan awal ini menjadi sumber acuan bagi pengelolaan kawasan taman nasional yang dikelola secara kolaboratif berdasarkan keselarasan antara kepentingan pelestarian keanekaragaman hayati dan kepentingan masyarakat lokal, nasional dan global” tukas Dr. Jatna Supriatna, Regional Vice President CIIndonesia.
Kabupaten Mandailing Natal adalah sebuah kabupaten yang memiliki kekayaan berlimpah.namun kekayaan alam yang tersedia belum bisa mensejahterakan masyarakat MADINA karena pengelolaan yang kurang provesional.sampai saat ini masih ada LOKASI di kabupaten Mandailing natal yang masih terisolasi.untuk itu di harapkan kepada generasi muda MADINA dan semua masyarakat MADINA berpartisipasi dalam program pembangunan Kabupaten Mandailing Natal
Silahkan tinggalkan komentar anda terimakasih..salam..putra MADINA